Yurisprudensi
yaitu keputusan hakim (pengadilan) yang memuat peraturan sendiri, kemudian
diikuti dan dijadikan dasar putusan oleh hakim yang lain dalam perkara yang
sama[1].
Apabila hakim menghadapi suatu perkara, dimana ternyata hukum ini abstrakto-nya
belum ada, atau peraturan hukum ini abstrakto-nya ada dan harus ditafsirkan terlebih
dahulu, maka tidak berarti hakim yang bersangkutan boleh menolak mengadili atau
memutuskan perkara tersebut.
Melainkan harus
tetap memeriksa dan mengadilinya dengan menentukan sendiri hukumnya, yaitu
dengan melakukan kreasi hukum. Yang fungsinya untuk menentukan hukum in-konkreto
tersebut, yang tidak hanya terdapat pada hakim saja. Tetapi juga pada pejabat –
pejabat pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
Bagi hukum
Inggris, yurisprudensi adalah sumber hukum utama dan terpenting. Agar dapat
dimengerti betapa urgentnya yurisprudensi sebagai sumber hukum, maka orang
harus mendalami proses pembentukan hukum dalam sistem hukum Inggris tersebut[2].
Yurisprudensi di
Inggris (case law) terikat pada asas share decisis, yaitu suatu asas bahwa keputusan hakim yang
terdahulu harus diikuti oleh hakim yang membuat keputusan kemudian. Dilihat
dari asas hukum Inggris tersebut, tentu tidak ada perkembangan / kemajuan. Namun
pada kenyataannya tidak demikian dan hukum ang baru tetap terbentuk, karena
hakim yang memutuskan kemudian mempunyai ukuran – ukuran tertentu yaitu bahwa
setiap perkara sifatnya adalah einmaliq.
Setiap perkara
selalu terdiri dari pokok perkara dan suasana yang meliputi pokok perkara. Di dlam kenyataan tidak ada perkara yang persis sama
dengan perkara yang timbul kemudian. Seandainya pokok perkaranya sama, suasananya
tentu akan berlainan. Dengan demikian putusan hakim yang mengenai suatu
perkara, yang diikuti oleh hakim yang memutuskan kemudian adalah yang
berhubungan langsung dengan pokok perkaranya (ratio decident). Sedangkan dalam hal yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan pokok perkara yakni yang merupakan tambahan dan ilustrasi (obiter decto) hakim dapat menilai
sebagai suasana yang meliputi pokok perkara menurut pandangan hakim sendiri.
Bila dilihat
dari penglihatan hakim sendiri, maka keputusan yang diambil akan bersifat
obyektif. Hal ini disebabkan oleh ;
- Hakim itu telah mempelajari ilmu hukum, sedangkan ilmu hukum tersebut mengandung nilai – nilai yang obyektif
- Hakim dalam membuat putusan juga memperhatikan pendapat sarjana – sarjana lainnya. Di Inggris yang mempunyai daya yang kuat pada umumnya adalah pendapat dari sarjana yang telah meninggal dan pada waktu hidupnya terkenal, seperti Maartland Cake, Barker dll
- Seandainya putusan hakim tersebut tidak obyektif, maka pada waktu banding, putusannya akan ditiadakan.
Belum ada tanggapan untuk "Yurisprudensi"
Post a Comment