. Mazhab Dan Aliran Hukum



Mazhab – Mazhab Ilmu Hukum[1]
1)    Mazhab Hukum Alam
Mazhab hukum alam adalah mazhab yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum. Menurut mazhab ini selain daripada hukum positif (hukum yang beraku di dalam masyarakat) yang merupakan buatan manusia, masih ada hukum lain yaitu hukum yang berasal dari Tuhan, yang disebut dengan hukum alam.
St. Thomas Aquino (1225 – 1274) adalah filsuf terbesar dari aliran Scholastic berhasil membuat suatu dasar untuk hukum alam yang berlaku bagi golongan katolik Roma, yang meskipun udah berabad – abad lamanya masih diterima.
Aquino membedakan empat macam hukum, yaitu :
ü  Lex Azterna (Hukum Yang Abadi) yaitu akal keilahian (rasio Tuhan) yang menuntun semua gerakan dan tindakan di alam semesta
ü  Lex Naturalis (Hukum Alam) yaitu penjelmaan Lex Azterna (hukum yang abadi) di dalam akal pikiran manusia, yang memberikan pengarahan atau pengajaran kepada manusia untuk membedakan baik dan buruk, berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk

ü  Lex Livina (Hukum Ketuhanan) yaitu petunjuk – petunjuk khusus yang berasal dari Tuhan (diwahyukan Tuhan) tentang bagaimana manusia itu harus menjalani hidupnya, yang tercantum dalam perjanjian baru dan perjanjian lama
ü  Lex Humana (Hukum Kemanusiaan) yaitu hukum positif yang berlaku sungguh – sungguh dalam masyarakat yang tercantum, misalnya  dalam undang – undang

Pelajaran hukum alam yang rasionalitas mencapai puncak perkembangannya dalam teori Immanuel Kant yang mengemukakan rasio murni / reine vernunft. Teori kant memiliki titik inti yaitu asas bahwa pengetahuan manusia tentang gejala – hejala disekitarnya itu hanyalah apa yang ia sendiri sadari tentunya yang menjadi corak dan sifat gejala – gejala tersebut. Sifat dan corak yang sesungguhnya dari gejala – gejala itu tak pernah diketahui manusia.
W. Friedman menggambarkan fungsi – fungsi ajaran hukum alam sebagi berikut :
o   Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk merubah sistem hukum Romawi  kuno
o   Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan, dalam pertentangan antara pihak gereja dengan Kaisar – Kaisar Jerman pada abad pertengahan\
o   Valitas hukum internasional telah ditanamkan atas dasar ajaran hukum alam
o   Ajaran hukum alam telah dipergunakan oleh hakim – hakim Amerika Serikat untuk menahan usaha – usaha lembaga legislatif untuk merubah dan memperketat kebebasan individu, dengan cara menafsirkan konstitusi
o   Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan kebebasan individu dalam perlawanannya terhadap absolutisme.

2)    Mazhab Sejarah dan Kebudayaan (Friedrich Carl Von Savigny / 1779 – 1961)
Pendapat mazhab ini berpangkal pada kenyataan, bahwa manusia di dunia ini terdiri dari berbagai bangsa dan tiap – tiap bangsa memiliki semangat kebangsaannya sendiri – sendiri dan juga berbeda menurut tempat dan waktu.
Bangsa sendiri tidak statis, tetapi berubah menurut keadaan masyarakat dari zaman ke zaman. Oleh karena itu isi hukum ditentukan oleh sejarah umat manusia dimana hukum itu berlaku.
Dengan demikian menurut mazhab ini, tidak mungkin ada hukum yang berlaku untuk semua bangsa yang sifatnya kekal da abadi, tidak berubah menurut tempat dan waktu.
W. Friedman menyimpulkan pokok – pokok pendapat Von Savigny dan mazhab sejarahnya sebagai berikut :
Þ     Hukum tidak dibuat (hasil peggunaan rasio) tetapi ditemukan (didapatkan)
Þ     Masyarakat dunia terbagi ke dalam banyak bangsa, yang masing – masing memiliki volksgeist sendiri, yaitu suatu adat istiadat sendiri.
Sumber hukum satu – satunya adalah kesadaran hukum rakyat. Kesadaran hukum akyat ini menjadi dasar hukum / kebiasaan maupun hukum undang – undang, maka dari itu hukum kebiasaan dan hukum undang – undang kedudukannya sederajat
Þ     Yang enjadi sumber satu – satunya hukum adalah kesadaran hukum rakyat. Kebiasaan dan undang – undang sebenarnya bukan dari hukum, tetai hanya suatu kenborn (sumber pengenal hukum) yang membuktikan adanya hukum itu.
Orang yang hidup dalam suatu masyarakat luas tidak dapat menyatakan hukum sendiri.

Aliran – Aliran Ilmu Hukum[2]
1. Aliran Positif Hukum (Legitimisme)
Aliran letimisme ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Sehingga aliran ini beranggapan tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Semua persoalan salam masyarakat diatur dalam hukum tertulis.
Pandangan yang sangat mengagung – agungkan hukum tertulis pada positivisme hukum ini pada hakikatnya merupakan penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis itu. Sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Seorang pengikut positivisme, Hait, mengemukakan berbagai arti dari positivisme tersebut sebagai berikut :
a.    Hukuman adalah perintah
b.    Analisis terhadap konsep – konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis, historis dan penilaian kritis
c.    Keputusan – keputusan dapat didedukasi secara logis dari peraturan – peraturan yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan – tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas
d.    Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran asional, pembuktian dan pengujian
e.    Hukum sebagaimana diundang – undangkan, ditetapkan, positium, harus senantiasa dipisahkan dan sukum yang seharusnya diciptakan dan diinginkan

Dalam memutuskan suatu perkara, ajaran hukum alam mengutamakan keadilan sedangkan positivisme hukum mengutamakan penemuan hakim, kepastian hukum.
Aliran positivisme sangat memajukan pelajaran hukum yang materialistis, akan tetapi akhir abad 19 dan permulaan abad 20 timbul kembali minat terhadap filsafat hukum.
Dan pelajaran hukum yang didasarkan kepada filsafat hukum yang menentang positivisme hukum dan pelajaran hukum materialistis. Diantara faktor yang penting yang mengakibatkan orientasi kembali ke filsafat hukum ialah karena semakin dirasakannya dan disadarinya bahwa kodifikasi – kodifikasi yang dibuat.
Pada bagian pertama abad 19, lebih jauh ketinggalan dibelakang perkembangan masyarakat sejak bagian kedua abad 19 itu. Akibat legitimisme, hukum positif menjadi sangat kaku dan tidak mampu menyelesaikan kesulitan – kesulitan sosial yang timbul di dalam suatu masyarakat yang berkembang dan berubah dengan pesat.

2.    Aliran Hukum Murni
Aliran hukum murni yang dikemukakan Hans Kelsen, merupakan pelajran hukum yang dibersihkan (dimurnikan) dari anasir – anasir yang tidak yuridik.
Ajaran hukum murni hanya ingin melihat hukum sebagai norma yang menjadi objek ilmu hukum, bukan hukum sebagai perikelakuan (sikap tindak yang ajeg).
Sebab hukum sebagai perikelakuan merupakan objek sosiologi hukum yang bagi Kelsen bukan merupakan ilmu hukum.
Ajaran hukum murni adalah teori tentang hukum positif, suatu ilmu pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.

3.    Aliran Sosiologis (Hammaker, Eugen Ehrlich dan Max Weber)
Dalam hal ini hukum merupakan hasil interaksi sosial dalam kehidupan di masyarakat. Hukum merupakan gejala di masyarakat, karenanya perkembangan hukum (timbulnya, berubahnya, berkembangnya dan lenyapnya) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum merupakan kaca dari perkembangan masyarakat.
Hukum menurut aliran sosialis, hukum bukanlah norma – norma / peraturan – peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib yang ada di dalam masyarakat. Tapi kebiasaan orang dalam pergaulannya dengan orang lain yang menjelma dalam perbuatan dan perilakunya di dalam masyarakat.
Kemudian menurut aliran ini, hukum tidak perlu diciptakan oleh negara. Karena hukum bukan merupakan pernyataan – pernyataan tetapi terdiri dari lembaga – lembaga hukum yang diciptakan oleh kehidupan golongan – golongan dalam masyarakat yang berwujud kebiasaan, perbuatan dan adat.

4.    Aliran Realisme Hukum (Karl Lewellyn, Jerome Frank dan Hakim Agung Oliver Wendell Holmes)
Para ahli realis meninggalkan pembicaraan hukum yang abstrak dan tidak menyibukkan diri dengan pertanyaan falsafah hukum, tetapi menggunakan pendekatan sosiologis dengan semboyan : “Hukum adalah apa yang dibuat oleh para hakim”. Menurut kaum realis, hakim lebih layak disebut pembuat hukum daripada penemu hukum.
Para realis itu mengerjakan analisa putusan pengadilan, mencoba menemukan faktor apa yang turut berperan dalam pemberian keputusan, memeriksa apa akibatnya dan mencoba meramalkan bagaimana pengadilan kan mengambil keputusan dikemudian hari. Realis itu tidak menyibukkan diri dengan pembentukan teori mengenai peraturan hukum yang bersifat abstrak.
Karl Lewellyn menggariskan pokok – pokok pendekatan kaum realisme hukum sebagai berikut :
ü  Hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah – ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan
ü  Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan – tujuan sosial
ü  Masyarakat berubah – ubah lebih cepat dari hukum, oleh karenanya selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi problem – problem sosial yang ada
ü  Untuk keperluan studi, untuk sementara harus ada pemisahan anatara kenyataan – kenyataan yang seharusnya
ü  Tidak mempercayai anggapan bahwa peraturan – peraturan dan konsep – konsep hukum itu sudah menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan
ü  Menolak teori tradisonal bahwa peraturan hukum merupakan faktor utama dalam mengambil keputusan
ü  Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih nyata
ü  Hendaknya hukum itu dinilai dari efektivitasnya dan amnfaatnya untuk menentukan efek – efek tersebut

5.    Aliran Sistem Hukum Terbuka[3]
Menurut aliran ini, hukum itu merupakan suatu sistem, maksudnya peraturan tersebut saling berhubungan, yang satu ditetapkan oleh yang lain, bahwa peraturan – peraturan tersebut dapat disusun secara sistematik. Untuk yang bersifat khusus maka dapat dicarikan aturan – aturan umumnya, sehingga sampailah pada azas – azasnya. Bahwa hukum itu bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya berdiri sendiri, dia tidak tertutup, tidak beku sebab ia memerlukan putusan – putusan / penetapan – penetapan sehingga akan selalu menambah lusanya sistem tersebut.


[1] Ibid, h. 32
[2] Ibid, h. 40
[3] Achmad Sanusi, Pengantar Ilmu HUKUM Dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Tarsito, Bandung, 1991, h. 96

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk ". Mazhab Dan Aliran Hukum"

Post a Comment