Penafsiran Hukum



Di dalam ilmu pengetahuan hukum, dikenal beberapa cara penafsiran hukum yaitu cara penafsiran hukum menurut tata bahasa, penafsiran hukum menurut system, penafsiran hukum menurut sejarah, penafsiran hukum menurut sosiologis dan penafsiran hukum secara otentik[1].

  1. Penafsiran hukum menurut tata bahasa
Penafsiran ini adalah yang utama dalam mencari arti, maksud dan tujuan dari kata – kata atau istilah yang digunakan dalam suatu kaidah hukum. Dengan memperhatikan kata demi kata, apkah termasuk dalam kata kerja, kata benda, kata sifat / keadaan, kata ganti atau kata dasar, kata kejadian, kata ulang, kata majemuk, atau kata imbuhan dengan awalan sisipan dan akhiran atau kata depan dsb.


  1. Penafsiran hukum menurut sistem
Sistem berarti suatu satu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur – unsur yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.

  1. Penafsiran hukum menurut sejarah
Ejarah yang dimaksud adalah sejarah terjadinya peraturan tertentu dan apa yang merupakan latar belakang, maksud dan tujuan peraturan itu ditetapkan atau dimasukkannya pasal – pasal tertentu ke dalam suatu peraturan. Jadi yang ditafsirkan bukanlah kata demi katamelainkan kebulatan peraturan atau pasal – pasalnya.

  1. Penafsiran hukum menurut sosiologi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang kemasyarakatan. Sedangkan hukum itu merupakan peraturan yang mempunyai tujuan kemasyarakatan (tujuan sosial). Tetapi masyarakat terus berkembang sehingga apa yang menjadi tujuan sosial ketika suatu peraturan hukum dibuat belum tentu terus di tujuan sosial pada masyarakat sekarang.
Maka suatu peraturan tidak semata – mata harus ditafsirkan menurut tata bahasa, sistem dan sejarahnya, melainkan bisa juga ditafsirkan menurut kenyataan yang terjadi pada masyarakat sesungguhnya. Jika tidak demikian, maka peraturan hukum itu menjadi benda yang mati karena tidak dapat melayani kebutuhan hukum masyarakat.

  1. Penafsiran hukum secara otentik
Otentik berasal dari kata asing yaitu authentic, yang dlam bahasa Belanda dijelaskan sebagai valendig bewijs opleverend. Maksudnya memberikan keterangan atau pembuktian yang sempurna yang sah atau yang resmi. Penafsiran otentik ini biasanya dilakukan oleh pembuat undang – undang sendiri dengan mencantumkan arti beberapa kata yang digunakan dalam peraturan yang dibuat tersebut.


[1] Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2005, h. 21

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Penafsiran Hukum"

Post a Comment