”PROBLEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA”



 A.     LEMBAGA PENEGAK HUKUM
Penegak hukum adalah mereka yang secara langsung dan tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hokum.[1] Dalam buku yang sama Soerjono Soekamto mengatakan bahwa hendaknya seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga-warga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidak mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul konflik.
Dalam melaksanakan peranan yang aktual, penegak hukum sebaiknya mampu mawas diri dimana akan tampak pada perilakunya yang merupakan pelaksanaan dari pada peranan aktualnya, namun agar tampak mawas diri penegak hukum harus berikhtiar hidup untuk[2] :

  1. Dapat membuktikan antara yang benar dan yang salah.
      Dalam negara indonesia saat ini sangat sulit mencari penegak hukum yang dapat menerapkan hal seperti ini. Karena maraknya korupsi dan kejahatan-kejahatan lainnya maka akan memberikan kesempatan bagi para penegak hukum untuk melakukan penyimpangan hukum.
  1. Seorang penegak hukum tidak sembrono atau ngawur, tidak serakah, tidak berkekurangan tetapi tidak pula berkelebihan, lugas, tidak bertele-tele seghingga tidak ada ujung pangkalnya.
  2. Seorang penegak hukum seharusnya tidak mencari yang enak tetapi menyebabkan tidak enak kepada pribadi orang lain.
Setelah kita pahami kriteria penegak hukum seharusnya, maka kita dapat menyimpulkan kondisi penegak hukum di Indonesia dahulu dan saat ini. Misal saja PANWASLU (Panitia Pengawas Pemilu) atau PANWAS PILKADA dan sebagainya. Jika kita lihat pada fenomena yang ada maka PANWAS pada saat ini tidak berada pada tempat atau kedudukannya saat pemilihan dilaksanakan. Sehingga seorang pengawas tidak dinilai oleh masyarakat sebagai pengawas pemilihan itu melainkan sama dengan pemantau.
Bagi masyarakat Indonesia, lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya hokum. Bila penegakan hukum oleh aparat lemah, masyarakat akan mempersepsikan hukum sebagai tidak ada. Sebaliknya, bila penegakan hukum oleh aparat kuat dan dilakukan secara konsisten, barulah masyarakat mempersepsikan hukum ada dan akan tunduk.
Dalam konteks demikian masyarakat Indonesia masih dalam taraf masyarakat yang ’takut’ pada (aparat penegak) hukum dan belum dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang ’taat’ pada hukum.
Realitas saat ini, penegakan hukum berfungsi dan difungsikan sebagai instrumen untuk membuat masyarakat takut pada hukum yang pada gilirannya diharapkan menjadi tunduk pada hukum. Penegakan hukum sebagai instrumen telah dihinggapi berbagai problem yang akut
Problem Penegak Hukum[3]
1)      Problem pada Pembuatan Peraturan Perundang-undangan
2)      Masyarakat Pencari Kemenangan bukan Keadilan
3)      Uang yang mewarnai Penegakan Hukum
4)      Penegakan Hukum sebagai Komoditas Politik
5)      Penegakan Hukum yang Diskriminatif dan Ewuh Pakewuh
6)      Lemahnya Kualitas dan Integritas Sumber Daya Manusia
7)      Advokat Tahu Hukum Vs Advokat Tahu Koneksi

B.     Sarana dan Prasarana Penunjang Penegakan Hukum
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas hukum tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya.
Berbagai problem dalam sarana dan prasarana ini adalah :
a)      Kurangnya Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia yang terbatas sehingga mengakibatkan permasalahan yang akan mengganggu kelancaran penegakan hukum tersebut.
b)      Rusaknya penegak / Sumber Daya Manusia
Akibat terperosoknya Sumber Daya Manusia mengakibatkan banyak penyimpangan hokum dan memudahkan untuk dilakukan.
c)      Lemahnya pembangunan sehingga kurangnya sarana dan prasarana serta perlengkapan dalam menjalankan penegakan hukum.
d)      Minimnya dana yang dialokasikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum menyelesaikan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut. Maka sebaiknya diadakan langkah sebagai berikut :[4]
a)      Yang tidak ada - diadakan yang baru betul.
b)      Yang rusak atau salah – diperbaiki atau dibetulkan
c)      Yang kurang - ditambah
d)      Yang macet – dilancarkan
e)      Yang mudur atau merosot – dimajukan atau di tingkatkan.

C.     Peraturan Hukum Perundangan di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang ada dua jenis yaitu :[5]
1)      Undang-undang, yaitu yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pada pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2)      Undang-undangan yang disebut Perpu yaitu peraturan pemerintah pengganti undang-undang berdasarkan pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari Undang-Undang mungkin disebabkan, karena:[6]
  1. Tidak diikutiny azas-azas berlakunya undang-undang.
Ketaatan akan Undang-Undang adalah cermin akan terbentuknya ketertiban hokum, namun sebaliknya justru kita terbiasa senang dan bangga akan melanggar serta tidak mengikuti azas-azas berlakunya undang-Undang tersebut. Sehingga banyak pelanggaran hokum dimana-mana.
  1. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Undang-Undang.
Secara teknis peraturan pelaksanaan sangat diperlukan dalam penerapan hukum Undang-Undang. Tidak adanya tersebut maka akan lebih mudah dan leluasa pelaku hukum mengabaikan serta tidak mengindahkan undang-undang. Karena hal inilah banayak hukum dilanggar.

  1. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam Undang-Undang yang mengakibatkan kesimpang-siuran di dalam penafsiran serta penerapannya.
Bahasa kadang sulit dipahami oleh masyarakat (pelaku hukum) sehingga ada kemungkinan pelencengan hukum yang terjadi karena ketidak tahuan serta minimnya pengetahuan tentang Undang-Undang.hal ini dapat saja terjadi karena bahasa dalam undang-undang sering terdapat kata-kata yang tidak dimengerti.
Selain dari ke tiga poin diatas masih banyak problem-problem yang terdapat di Indoenesia saat ini, seperti masih terpakainya Undang-Undang pada zaman kolonial terdahul, dan lain sebagainya.

D.    Kesadaran Hukum Masyarakat
Penegakan hukum berkaitan erat dengan ketaatan bagi pemakai dan pelaksana peraturan perundang-undangan, dalam hal ini baik masyarakat maupun penyelenggara negara yaitu penegak hukum. Dengan adanya sinyalemen bahwa hukum itu dipatuhi oleh masyarakatnnya merupakan pertanda tujuan diciptakannya peraturan tercapai. Penegakan hukum yang berisi kepatuhan, timbul tidak secara tiba-tiba melainkan melalui suatu proses yang terbentuk dari kesadaran setiap insan untuk melaksanakan dan tidak melaksanakan sesuai bunyi peraturan yang ada. Proses tersebut tidak berasal dari atas ke bawah atau sebaliknya melainkan tidak memperdulikan dari mana datangnya, karena kewajiban untuk mengetahui segala bentuk peraturan perundang-undangan adalah milik semua bangsa indonesia[7].
Kesadaran hukum masyarakat sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum pada dasarnya harus memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi upaya penegakan hukum tersebut, yaitu meliputi :
1.   Materi hukum ( peraturan / perundangan-undangan );
2.   Aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan lembaga         pemasyarakatan);
3.   Sarana prasarana hukum;
4.   Budaya hukum

Budaya hukum meliputi di dalamnya cita hukum masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, dan etika profesi para aparat penegak hukum. Penegakan hukum tidak saja mencakup law enforcement  (Pelaksanaan Hukum), akan tetapi mencakup pula peace maintenance (pemeliharaan kedamaian) (Soerjono Soekanto 1987:120). Hal ini disebabkan karena hakekat dari penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai kaidah dan pola perilaku. Ketertiban masyarakat dapat terwujud jika ada wibawa hukum.
Terciptanya wibawa hukum sangat dipengaruhi oleh kesadaran hukum, sementara kesadaran hukum sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat. Di sisi lain, wibawa hukum juga sangat dipengaruhi oleh wibawa aparat hukum, sedangkan terpenuhi atau tidaknya rasa keadilan masyarakat sangat mempengaruhi persepsi masyarakat tentang baik atau buruknya wibawa aparat hukum. Inilah yang disebut dengan suatu  sistem, bahwa antara sub sistem yang satu dengan sub sistem yang lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Terganggunya salah satu sub sistem tersebut akan mengakibat terganggunya sistem secara keseluruhan.
Penegakan hukum di negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 hendaknya dipahami bukan saja dari sudut upaya dan pendekatan bagi tegaknya hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat, tetapi yang lebih penting lagi perlu dilihat dari sudut nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kita.


[1] Prof.Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hokum, Jakarta , Rajawali pers, 1983 hal. 13.
[2] Purwadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, Renungan tentang Filsafat Hukum, Jakarta : CV.Rajawali, 1983, hal. 21.
[3] Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., PhD., Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia, Jakarta, UI, 2006, hal. 13.
[4] Ibid., hal.32.
[5] Leden Marpaung, SH., Menggapai Tertib Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 1999, hal. 35.
[6] Prof.Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta , Rajawali pers, 1983 hal. 12.
[7] P. Joko Subagyo, S.H., HUKUM LINGKUNGAN Masalah dan Penanggulangannya, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005, Hal. 84.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "”PROBLEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA”"

Post a Comment